Sabtu, 19 Oktober 2013

HIDUP ITU INDAH

Benar, hidup itu indah. Jika kita mau belajar menikmati apa yang ada. Dan belajar itu selalu ada tahapannya. Tak ada bayi yang langsung kuliah, karena minimal dia tentu perlu belajar membaca dulu. Belajar itu dimulai dari hal-hal kecil.

Tahu rasanya pilek? Bayangkan bagaimana rasanya hidung mampet. Susah bernafas. Kalau kebetulan Anda sekarang sedang pilek, bersyukurlah karena masih bisa merasakan hidung mampet. Dan itu cuma sementara. Pernahkah Anda bayangkan jika Anda tidak punya hidung? Mungkin memang tak akan merasakan hidung mampet, tapi bagaimana cara Anda bernafas jika hidungnya saja tidak punya?

Pernahkah Anda menghitung berapa kali Anda mengedipkan mata dalam sehari? Saya sendiri tidak tahu karena tidak perbah menghitung. Mata kita secara otomatis berkedip tanpa perlu diperintah. Sekarang cobalah untuk tidak berkedip, satu menit saja. Perih kan? Bayangkan kalau Tuhan membekali kita dengan mata yang tidak bisa berkedip secara otomatis. Betapa repotnya hidup ini hanya untuk sekedar berkedip.

Bernafas, berkedip, hanya sekedar contoh dari ribuan kenikmatan kerja organ tubuh yang diberikan Tuhan secara gratis kepada kita. Bagaimana dengan kerja jantung, ginjal, dan paru-paru? Bagaimana mengatur pertumbuhan kuku, rambut dan yang lain-lainnya? Ingat, semua itu gratis lho.

Mungkin justru karena gratis dan otomatis itulah kita sering melupakannya. Kita anggap itu memang sudah seharusnya terjadi. Bahkan sering lupa bahwa jika saja Tuhan mengganti sifat otomatis itu menjadi manual, maka waktu kita tidak akan cukup hanya untuk memberikan perintah-perintah kepada organ-organ tersebut.

Untuk merasakan indahnya hidup kita harus belajar menikmati apa yang kita miliki. Mulailah berlajar menikmati proses bernafas, misalnya. Bayangkan setiap tarikan nafas yang kita lakukan sebagai sebuah ritual otomatis yang mahal dan tak ternilai. Nikmati hangatnya udara yang kita hirup dan rasakan kesegaran yang menyebar ke seluruh bagian tubuh kita dengan penuh rasa syukur.

Semakin sering kita bersyukur dengan apa yang kita miliki, maka hidup akan semakin indah. Tak perlu iri dengan apa yang dimiliki orang lain karena belum tentu sesuai dengan kita. Benarkah kita akan bahagia jika kita sekaya tetangga kita? Belum tentu. Siapa tahu kita malah akan menderita karena selalu merasa takut kehilangan kekayaan kita. Lalu rasa takut yang berlebihan itu membuat kita tertekan, depresi dan akhirnya jatuh sakit. Mungkin saja kan?

Tuhan selalu memberi sesuai dengan kemampuan kita dalam menerimanya. Maka iri terhadap orang lain adalah bentuk ketidakpercayaan kita terhadap takaran yang sudah diperhitungkan Tuhan. Kita seperti merasa lebih pintar dari Tuhan dalam hal menakar kemampuan kita menerima sesuatu dari Tuhan.

Pepatah orang bijak, jangan melihat ke atas dalam soal dunia. Syukuri apa yang kita miliki saat ini. Tuhan maha mengetahui takaran rezeki yang pas untuk kita. Kewajiban kita adalah berusaha maksimal dan tidak ada kewajiban menentukan hasil.

Lihatlah ke bawah. Jika kita bisa makan tiga kali sehari, ingatlah bahwa masih banyak orang yang untuk bisa makan tiap hari saja masih susah. Jika kita belum punya mobil, bersyukurlah kita masih punya kaki untuk berjalan dan masih punya uang untuk naik angkot.

Kaya itu tidak diukur dengan uang, melainkan dengan hati. Jika kita merasa kaya, maka kita sudah kaya dan bersyukurlah dengan apa yang kita miliki saat ini. Hidup memang tidak mudah, tapi jangan dipersulit dengan melakukan hal-hal yang sia-sia.

Berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan akan membuat kita merasa hidup kita lebih berarti. Membuat orang lain berbahagia itu indah. Dan hidup itu sungguh indah, jika kita menginginkannya seperti itu.


P.S.: Jika ada waktu, saya masih punya beberapa tulisan lain untuk Anda: