Kamis, 07 November 2013

MUSIK KAFE

Kenapa selalu saja ada orang yang menonton pertunjukan musik panggung? Padahal untuk soal kualitas audio jelas lebih nyaman mendengarkan rekaman studio. Ternyata itulah salah satu bukti bahwa manusia memang makhluk sosial. Interaksi di dunia nyata tetap menarik dan melahirkan sensasi yang berbeda dibanding mendengarkan CD atau kaset.

Mungkin karena itu pula, live music alias panggung pertunjukan musik menjadi salah satu daya tarik andalan di kafe. Di panggung ini para tamu bisa berinteraksi langsung dengan pemain musik, bisa minta lagu, bahkan boleh ikutan nyanyi.

Panggung di kafe tak harus luas. Kadang-kadang yang disebut panggung itu tak lebih dari pojok ruangan seluas dua kali dua meter. Jika di tahun 90-an banyak kafe yang menghadirkan konsep full band, saat ini lebih banyak kafe yang memilih menampilkan konsep musik akustik.

Ada banyak alasan yang melatarbelakangi pergeseran pemilihan konsep musik ini. Full band membutuhkan panggung yang lebih besar, peralatan yang lebih banyak, dan tentu saja biaya yang lebih tinggi. Sementara itu konsep musik akustik jauh lebih simple, baik dari sisi penyajian mau pun biayanya. Cukup dengan dua gitar, satu cajon, satu penyanyi, pengunjung sudah bisa terhibur.

Kelebihan lainnya, konsep musik akustik terasa lebih hangat dalam membangun interaksi antara penonton dan pemain musik atau penampil. Orang juga masih bisa mengobrol sambil tetap mendengarkan musik yang sedang dimainkan. Panggung yang tidak terlalu tinggi atau bahkan sejajar dengan penonton membuat suasana lebih menyatu dan lebih akrab.

Hal lain yang membedakan full band dengan kelompok akustik adalah soal personil. Full band biasanya memiliki personil tetap dan menampilkan komposisi musik yang persis aslinya. Sementara musik akustik menampilkan musik yang lebih sederhana, tidak selalu persis seperti aslinya, dan kadang-kadang banyak improvisasi. Ini disebabkan pemain yang seringkali bukan personil tetap.

Tidak jarang antara pemain yang satu dengan lainnya baru ketemu di panggung. Namun yang seperti ini biasanya pemain yang jam terbangnya sudah lumayan tinggi. Trend lagu di kafe mana pun biasanya tidak jauh beda. Maka dengan perbendaharaan lagu yang kurang lebih sama, secara prinsip mereka bisa bermain dengan siapa saja. Toh lagunya itu-itu juga.

Jadi tidak usah heran kalau Anda bertemu dengan musisi kafe yang tampil dengan grup yang berbeda-beda. Nama bagi mereka hanya sekedar pembeda. Bermain musik di kafe adalah urusan dapur dan bukan soal idealisme.

Kalau bukan soal idealisme, apakah ini berarti musisi kafe bermain asal-asalan? Ternyata tidak. Kalau Anda rajin berkeliling dari kafe ke kafe, Anda akan sering menemukan musisi-musisi dan penyanyi yang kualitasnya luar biasa. Meski bayarannya jauh lebih kecil dibanding musisi selebritas, bukan berarti kemampuan mereka bermain asal-asalan.

Logikanya, jika mereka bermain jelek, maka tak ada lagi yang mau memakai jasa mereka. Dan itu artinya menutup pintu pemasukan. Maka soal kualitas ini jadi serius. Jika mereka didepak, masih banyak antrian musisi lain yang siap menggantikan.

Karena itu pula, mereka semakin matang di panggung. Jika beruntung, ini bisa menjadi jalan untuk meniti karir yang lebih baik. Masuk ke industri misalnya. Meski selalu ada harga yang harus dibayar untuk sesuatu yang namanya 'kemajuan'. Industri jarang mau berkompromi dengan idealisme.

Tapi, hidup memang harus memilih, bukan?


P.S.: Jika ada waktu, saya masih punya beberapa tulisan lain untuk Anda: