Minggu, 22 Desember 2013

HARI IBU SETIAP HARI

Apa bedanya 22 Desember dengan hari lainnya? Ya, 22 Desember memang disebut-sebut sebagai Hari Ibu. Maksud saya, adakah peringatan hari ibu selama ini sudah memberikan 'sesuatu' berkaitan dengan kaum perempuan? Atau justru masih sekedar seremonial belaka?

Perempuan, kalau kita mau jujur, memainkan peran yang sangat vital dalam membentuk watak sebuah generasi. Betapa tidak. Secara kodrati perempuan mendapat peran yang lebih banyak dalam membesarkan anak. Paling tidak, kedekatan mereka dengan anak-anak secara psikologis dan emosional jauh lebih intens ketimbang kaum laki-laki. Mulai dari saat mengandung, menyusui, sampai mengasuh di lingkungan rumah.

Peran inilah yang seringkali dilupakan dan dianggap sepele. Padahal justru di tahapan inilah karakter seorang manusia terbentuk. Dengan kata lain, jika pada fase ini terdapat kesalahan, maka kesalahan inilah yang akan melekat dan membentuk watak seorang manusia. Dalam bahasa yang sederhana, peran seorang ibu bisa menentukan apakah seorang anak akan menjadi 'penjahat' atau 'pembela kebenaran'.

Dalam perjalanannya, tentu anak-anak juga akan dipengaruhi oleh berbagai hal di luar rumah Lingkungan sekolah, lingkungan pertemanan, pergaulan sosial di dalam masyarakat dsb. Tetapi jika anak sudah dibekali nilai-nilai dan dasar pendidikan yang kuat di dalam keluarga, maka yang dominan adalah bekal yang mereka dapatkan di dalam keluarga. Sebaliknya, jika dasarnya kurang kuat, maka ada kemungkinan mereka akan banyak terpengaruh oleh lingkungan di luar rumah.

Peertanyaannya, apakah ini berarti bahwa kaum laki-laki tidak memiliki peran sama sekali dalam pembentukan watak dan sifat seorang anak? Tentu tidak demikian, karena biar bagaimana pun - sebagai sebuah keluarga yang utuh - setiap anggota keluarga punya peran masing-masing yang saling mempengaruhi. Hanya saja, porsinya berbeda, sesuai dengan kodrat dan kemampuan yang dimilikinya. Kaum laki-laki - atau dalam hal ini kaum bapak - menjalankan peran lain yang tidak kalah pentingnya: menjaga kelangsungan kehidupan keluarga, termasuk dalam hal mencukupi nafkah untuk seluruh keluarga.

Ini, sekali lagi, lebih ke soal menjalankan peran masing-masing sesuai dengan kodrat. Ujung-ujungnya adalah, menciptakan keharmonisan dan saling mengisi. Jadi, sama sekali tidak ada hubungannya dengan siapa yang superior dan siapa yang inferior. Perempuan dan laki-laki, pada akhirnya memiliki peran yang sama-sama penting dalam bekerjasama membentuk keluarga, yang bermuara pada terbentuknya watak sebuah bangsa.

Kesimpulannya, memperingati hari ibu hendaknya tidak dipahami hanya dengan mengenakan kebaya dan konde. Lebih dari itu, ada baiknya untuk sama-sama merenungkan apa yang sudah kita lakukan selama ini, dalam menjalankan peran masing-masing di dalam keluarga. Bukan untuk saling menyalahkan, melainkan saling introspeksi ke dalam, sehingga melahirkan kesadaran untuk saling mengisi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.

Hari Ibu hanya momentum. Menggali kesadaran untuk tetap berada dalam rel yang benar adalah kewajiban yang bisa dilakukan kapan saja. Kalau perlu, setiap hari.

Sebagai tanda cinta, saya menulis lagu untuk para ibu yang hebat. Mungkin tidak begitu indah, tapi percayalah saya menulisnya dengan tulus.

Selamat Hari Ibu.


Dari tulisan lama, 2008.


P.S.: Jika ada waktu, saya masih punya beberapa tulisan lain untuk Anda: